Di perkemahan itu Mita, Cinta, Cicih dan beberapa anak
lainnya sedang menyiapkan minuman hangat. Iseng-iseng Divan menghampiri mereka, sekedar ingin tahu yang diperbuat oleh
Mita. Tanpa sengaja Divan mendengar pembicaraan mereka.
“ini Mit, kopi susu buat pangeran impianmu. Berikan
padanya dengan penuh perasaan, biar dia tahu kalau kamu sayang sama dia.” Kata
Cinta.
“yang lain gimana? Nanti pada iri?” tanya Mita.
“mereka pasti ngerti, Mit. Lagipula kita bawa minuman
sama-sama.” Cicih meyakinkan.
“Ya sudah...”
Divan segera berlari menuju mushola. Tak lama Mita dan teman-temannya
datang . masing-masing membawa baki berisi gelas minuman. Sementara itu Mita
hanya membawa satu gelas. Divan segera
pasang wajah yang pura-pura tidak tahu. Ketika Mita menghamipiri, kemudian
Divan melihat di arah kanannya Mita sedang memberikan gelas itu ke Yudi.
Beberepa anak menyambut aksi Mita. Sementara itu Sinta dan Vio tidak bisa ikut
menikmati keceriaan itu. Mereka saling memberi isyarat, ini tentang kekhawatiran
mereka terhadap Divan.
Maka berkobarlah api cemburu di dada Divan. Ada ngilu di
ulu hatinya, tulang-tulangnya terasa sakit. Apalagi setelah Vio memberitahunya
tentang Mita dan Yudi yang tidak lama lagi akan jadian. Ia masih tidak percaya
yang terjadi pada dirinya, tapi ia juga tidak dapat lari dari kenyataan bahwa
firasatnya selama ini benar.
Setelah Vio pergi Sinta mendekat ke arah Divan. Selama beberapa saat mereka terpaku sambil
menatap gemerlap bintang di langit. Sinta berkata, “Van, eu...Vio benar. Mita
memang suka sama Yudi. Kamu hanya dijadikan sebagai batu loncatan agar dia bisa
kenal Yudi lebih dekat.”
Divan terdiam. Entah harus bicara apa.
“lupakan Mita ya, Van?”
Divan masih saja tidak mau bersuara. Ia yakin sepatah
kata saja ia bicara air matanya akan terjatuh. Kali ini Divan tidak mau
menangis, apalagi di depan Sinta.
Sejak kejadian itu, Divan jadi suka merokok. Padahal dia
bukan pecandu rokok. Sinta menangkap
kegelisahan di mata sahabatnya.
“bayangkan, Ta. Selama setahun ini aku seperti mendapat
kutukan. Sepertinya semua cinta yang ingin kupersembahkan untuk orang yang aku
pilih, layu sebelum sempat menyentuh hati orang itu. Ini sudah ketiga kalinya.”
Kata Divan.
Emosi Divan tidak bisa tertahan, terjadilah perdebatan
kecil antara Divan dan Sinta. Tapi itu tidak berlangsug lama karena Sinta
segera memberi minuman hangat kepada Divan agar dapat meredakan emosinya. Divan
hanya tersenyum pada Sinta. Mereka saling bertatapan cukup lama.
Dan akhirnya, Divan mencoba bersikap lebih dewasa dan
melupakan Mita yang dicintainya.